Selasa, 30 Desember 2014

Surat Untuk Adamku


Mungkin bisa aku sampaikan secara langsung, tapi rasanya ingin menyampaikan lebih lewat tulisan ini. Agar semua terarsipkan dengan baik disini terlebih dalam ingatanku. Semoga ini menjadi surat yang membawa kenangan baik dimasa depan... 
Masa dimana kita akan menua, menua bersama di jalan-Nya. Sampai menemui titik pertemuan terakhir kita melihat apa yang tertuai dari umur yang diamanahkanNya, semoga surat ini menjadi awal langkah dua pasang kaki dan sepasang hati meniti jembatanNya.
Aamiin.....

8 Rabi'ul Awal 1436 H

In my lovely place


Bismillah...

Tak banyak yang ingin ku sampaikan :)
Maknailah dengan hati bersihmu....

Pertama kali ingin aku ucapkan adalah "terimakasih". Banyak alasan mengapa kata itu terucap untukmu. Salah satu diantaranya karena kau membuatku lebih dekat. Lebih dekat pada siapa? Pada-Nya bukan padanya. Aku berharap kau mempertahankan itu, terus membuatku lebih dekat pada-Nya bukan padanya lagi.

Mengapa demikian? Aku tersentak ketika beberapa kali bercerita padamu tentang permasalahan dalam hidupku waktu itu, tak lepas kau berkata agar aku mengembalikan semuanya pada-Nya. Senantiasa ingat pada-Nya, adukan pada-Nya, bukan padanya. Nasehat itu sudah jarang lagi ku dapat sampai akhirnya ku dapatkan lagi darimu. Aku pun nyaman. Terimakasih ya :)

Kenyamanan itu mengisi rumah ini dengan sangat nyata. Sampai akhirnya rumah pun menempatkanmu sebagai pendatang yang diharap tak meninggalkan rumah ini sepi. Karena rasa nyaman itu sudah memberi warna cat dinding rumah dengan indah, membenarkan tembok-tembok yang rapuh, bahkan udara pun tak lembab. Rumah menginginkanmu tetap disini.

Dua perasaan pun muncul, senang dan sedih ketika rumah itu terhiasi. Mengapa?

Banyak alasan. Tapi alasan utamanya adalah aku khawatir ini bukan waktu yang tepat. Mungkin rumah itu harus dihiasi oleh penghuni asli, belum mendatangkan tamu yang dinanti. Khawatir, adanya ini malah menjauhkan para penghuni dariNya. Kau sudah mendekatkanku padaNya, apakah akan menjauh ketika ada perasaan ini. Takut. Dan mengapa senang? Ya, karena rumah ini merasa didatangi penghuni yang mampu merawat dan menjaganya. Kau pun membuatku membuka pintu rumah itu.

Seiring berjalannya waktu, entah aku salah atau tidak, sepertinya kita berada di sudut tempat yang sama. Dan pada satu titik kita pun bertemu dalam rasa yang sama. Khawatir pun semakin memuncak.

Pada apa aku bersandar agar aku yakin ini semua takan 'merusak' kita denganNya bukan dengannya.

Tapi iyakah kita ada pada titik yang sama?


Adamku, seiringkali orang berkata agar kita tidak berharap pada makhlukNya, berharaplah padaNya. 
Maka ingatlah ini, aku akan tetap berada di titik sudut rumah ini. Takkan beranjak sampai Dia menunjukkan bahwa aku benar-benar tak boleh sedikitpun bergeser, mendiami titik sudut itu bersamamu sekarang atau bahkan kelak. Seperti yang sering kau katakan, mintalah selalu petunjukNya.

Aku berharap padanya, semoga kau pun melakukan hal yang sama untuk hawa-mu. Aku berharap Dia menakdirkan hawa-mu adalah orang yang mengharapkan hal ini :')

Sampai bertemu di titik  tempat rumah yang sama hingga akhir masa atau kah yang lebih tepat 'Selamat bertemu di titik tempat rumah yang sama sampai akhir masa'?
Wallahu a'lam.
                                                              Asykurullah, litari'fika...
                                                                               _Nur



Subscribe to Our Blog Updates!




Share this article!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Return to top of page
Powered By Blogger | Design by Genesis Awesome | Blogger Template by Lord HTML